~sami'na waatho'na~
Waktu ibarat sebuah pedang. Apabila tidak digunakan
untuk memotong, maka ia akan terpotong. Menggunakan waktu di kala remaja
haruslah pandai memilah kegiatan. Mana kegiatan yang bermanfaat, berkah, dan
benar? Mana kegiatan yang sia-sia?
Masa remaja ini adalah masa emas, masa cemerlang,
dan gemilang seperti magelang. Masa-masa kita menuntut ilmu alias tholabul ‘ilmi.
Kadang, kita merasa belajar di sekolah itu sulit.
Namun itulah yang dinamakan berakit-rakit ke hulu. Sebab saya pernah baca
tulisan apik, “Janganlah mengharap ilmu, kalau kalian meninggalkan susah
payahnya.” hmm that's right, isn't?
Bagaimana cara menghadapi susah payah tersebut?
Mengapa ketika belajar masih merasa sulit?
Ingat niat kita belajar, untuk apa? Apakah untuk
mendapat ridho Allah? Apakah hanya ingin pintar? Apakah ingin punya pangkat? Jabatan?
Kekayaan? Ataukah ingin dipuji-puji karena kepintarannya?
Sesungguhnya segala perbuatan itu kan tergantung
niatnya.
Belajar, oke, baik. Niatnya?
Nah, mencari ilmu itu diniatkan untuk mencari ridho
Allah, untuk akhirat kita. Nanti bakalan diuntungkan oleh Allah dan akan
dimudahkan segala sesuatunya.
Boleh jadi juga, sebab-sebab kita susah paham dengan
ilmu adalah hubungannya dengan guru. Bagaimana sikap kita terhadap guru kita?
Apakah sudah menghormati dan memuliakan?
Karena berdasarkan pengamatan saya selama ini, kita
suka seenaknya sama guru. Masyaallaah belum sopan dan meremehkan.
Sebagai murid dan orang yang sedang tholabul ‘ilmi,
kita harus takzim pada guru. Peraturan antara murid dan guru pun sebenarnya
banyak sekali yang dijelaskan dalam kitab ta’limul muta’alim. Namun saya mau
nulis sedikit saja :’)
Coba renungkan,
Pernahkah kita bicara dengan teman saat guru sedang
menjelaskan materi?
Pernahkah kita duduk di tempat guru biasa duduk?
Pernahkah kita berjalan di depan guru?
Pernahkah kita mendoakan guru?
Pernahkah kita bicara yang tidak penting terhadap
guru?
Pernahkah kita bicara tidak menggunakan bahasa yang
sopan?
Saya lihat kalau di lingkungan pondok pesantren,
kyai lewat saja santrinya langsung ngumpet atau diam lalu menunduk. Begitu
takzimnya pada guru mereka. Bahkan ada santri yang jika bertamu atau masuk ke
rumahnya guru, wudhu dulu. Ada juga yang mau bertemu/ bertamu ke rumah guru,
tidak mau mengetuk pintunya. Jadi dia hanya menunggu di luar sampai gurunya
keluar :’)
Kata guru saya, memang betul cerita tersebut. Kita
jangan bertamu ke rumah guru kalau pintunya tertutup. Sebab guru pasti sedang
istirahat.
Itu baru tentang takzim kita pada guru.
Bagaimana takzim dengan buku?
Nah, dalam tholabul ‘ilmi kita wajib membawa buku
dan pulpen. Walaupun kita sudah paham tentang apa yang disampaikan, kita tidak
boleh tidak menulis. Yaaaaa mungkin ada ilmu yang berulang kali kita pernah
dengar. Kadang sampai bosan dan bilang ke teman “Bukannya sudah pernah, ya?”
Namun biar begitu anggaplah ilmu itu adalah ilmu yang pertama kali kita dengar.
Karena ilmu jika tidak ditulis, pasti akan lupa. Dan
kegiatan menulis dan mengabadikan ilmu tersebut nanti akan menjadi bukti di
akhirat.
Setiap mata pelajaran pun bukunya harus tertata
rapi. Tulisannya rapi agar mudah belajarnya. Jangan digambar-gambarin yaa :v
Memegangnya pun dengan tangan kanan dan didekap pada
dada. Itu namanya takzim pada buku.
Beberapa hal di atas sangat perlu untuk
diperhatikan. Supaya kita mendapat berkahnya ilmu.
Sebab jika kita meremehkan ilmu, iku namung tangeh
nganggo lamun. Artinya tidak bakal bisa. Yang ada kita hanya mendapat susah.
Maka dekatkan diri pada Allah. Karena ilmu itu tidak
bisa diandalkan, yang bisa diandalkan hanyalah ridho AllahIlmu adalah seperti air yang mengalir. Bermanfaat untuk yang lain jika dialirkan. Namun jika ilmu itu hanya diam, ia akan rusak.
Artinya ilmu itu harus dibagi-bagi. Punya ilmu tapi disembunyikan, ibarat punya pohon tak berbuah.
Membagikan ilmupun pahalanya masyaallaah tabarakallah sangat besar. Jangan dikira, ilmu matematika Allah itu tidak terhitung.
Mulai sekarang, tata niat untuk belajar yaa! Semangat dalam tholabul 'ilmi. Jangan menjadi orang yang pasrah. Mangkat teka mangkat, tekane mung ngarep mulih. Jangan. Orang semacam itu disebut orang cilaka. Orang yang fine fine saja kalau dirinya bodoh alias pasrah. Orang seperti itu diibaratkan mayat yang hidup di atas bumi. Naudzubillaahi mindzalik.
Artinya ilmu itu harus dibagi-bagi. Punya ilmu tapi disembunyikan, ibarat punya pohon tak berbuah.
Membagikan ilmupun pahalanya masyaallaah tabarakallah sangat besar. Jangan dikira, ilmu matematika Allah itu tidak terhitung.
Melirik buku tulis yang banyak gambarnya, hahaha.
BalasHapusIya mbak aslinya ga pantes kan yaa xD
Hapus