Jumat, 21 Desember 2018

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN MEMBERIKAN BERBAGAI RASIONALITAS

Kelompok 1 Pancasila 1B Universitas Negeri Tidar Magelang

Anggota:

- Almira Prima Rahma

- Denok Lestari

- Riza Rahmiyati

- Zetty Fatma Alfrida


Pancasila adalah sebagai dasar negara, yang berarti bahwa pancasila sebagai dasar untuk dapat mengatur penyelenggaraan pemerintahan negara. Bagaimana pun jalan yang akan ditempuh dalam pelaksanaan proses pemerintahan, semua harus berdasarkan pancasila.

Adapun kedudukan pancasila sebagai dasar negara tersebut ada 3, yaitu:
- Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) di Indonesia.
- Pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia yang dalam Pembukaan UUD 1945 dijabarkan dalam empat pokok pikiran.
- Menerapkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis.

Pancasila mengandung norma yang mengharuskan UUD 1945 mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara termasuk penyelenggara partai.

Pancasila dijadikan sebagai dasar negara karena sangat mendasari, sesuai dengan adat istiadat, pandangan hidup, serta negara indonesia  adalah negara pancasila. 
Pancasila memiliki makna yuridis formil dan historis. 

Pancasila memberikan berbagai rasionalitas dalam kehidupan sehari-hari. 

Contoh implementasi pancasila adalah sebagai berikut:

Sila 1
a. melaksanakan wajib shalat 5 waktu untuk yang beragama islam
b. sembahyang di gereja bagi yang beragama khatolik
c. mengikuti serangkaian acara pada hari natal bagi yang beragama nasrani

Sila 2
a. menyapa teman saat berpapasan
b. menghormati kedua orang tua
c. memberi makan untuk anak yatim piatu

Sila 3
a. menggunakan bahasa baku (bahasa yang baik dan benar)
b. mengikuti upacara bendera merah putih
c. tidak menyebarkan fitnah

Sila 4
a. bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah
b. pemilu

Sila 5
a. bakti sosial
b. donor darah
c. gotong royong membangun jalan

Senin, 05 Maret 2018

Unsur Intrinsik CERPEN: Wajah di Balik Jendela

[CERPEN]

Request from my best friend, Indah Septiyaningsih. Dia lagi ada tugas bahasa Indonesia bab unsur intrinsik dan ekstrinsik gitu. Untuk memudahkan mencari referensi cerpen yang mau dibedah, sila copas dan cantumkan sumber cerpen ini di buku tugasmu!

...



Perjalanan dari kota metropolitan sampai ke kota paris van java hingga tiba di sudut kampung sepojok ini tak membuat lelah. Siapa yang tak terpesona dengan keindahan pohon-pohon yang menjulang tinggi di sepanjang jalan. Bertahun-tahun hidup di kota yang jarang terlihat indahnya warna hijau yang nyata seperti ini. Seolah tempat ini tidak pernah ada perubahan sejak dulu. Tetap memamerkan warna hijau alaminya.

Seorang gadis perempuan bernama Kichida Itou, anak kelas 6 SD merasa bahagia kembali ke rumah kecilnya. Dia sedang libur semester dan memilih untuk mengunjungi rumah neneknya.

Malam itu, gelap gulita dihiasi kerlip kunang-kunang yang sebentar tampak sebentar hilang. Sunyi. Tenang, hanya ada angin sepoi-sepoi yang bikin asoi rumah tua ini. Pukul delapan malam, Kichi segera memejamkan matanya. Dia harus berangkat pagi besok karena mau ikut neneknya ke ladang.

Tengah malam, Kichi merasakan dan mendengar, seperti ada suara ketukan pintu. Kebetulan kamar Kichi itu letaknya di depan. Jadi, kalau ada tamu pasti cuma Kichi yang dengar. Namanya juga tengah malam kan? Jadi tidak ada suara apapun selain ketukan itu. Ketukan itu terasa mengancam, Kichi masih memejamkan mata. Dia takut membuka mata, meski ia sudah sadar dari tidurnya. Kichi membayangkan ketika dia membuka matanya, akan ada setan di depannya! Kichi itu penakut. Suka nonton film horor, makanya selalu teropsesi. Ketukan tadi kiranya sejak pukul 12.30 malam alias pagi buta.

Akhirnya Kichi mulai membuka matanya pelan-pelan. Yes! Kichi senang, soalnya dia tidak menemukan setan, namun Kichi tetap merinding. Di malam nan sunyi itu Kichi melihat jam terus. Bukan karena naksir lho ya.. Sudah pukul 02.00 pagi. Tapi ketukan itu kenapa tidak pergi-pergi? Kichi mikir, mana ada ya tamu semalam dan sepagi ini!

Entah apa yang dia harus ia lakukan. Membukakan pintunya?? Tapi, tidak tidak! Ini terlalu bahaya. Bagaimana kalau maling? Maling yang baik. Assalamu'alaikum dulu ke korbannya, pamitan mau nyuri seisi rumahnya, kali saja dibolehin. *plakk!* Ini ngaco. (pikir Kichi)

Karena Kichi penasaran, dia berniat untuk melihat siapa makhluk itu dari balik jendelanya. Pertama dia mematikan lampu kamarnya, agar  pas ngintip tidak kelihatan. Kedua dia melangkahkan kakinya mendekat ke jendelanya. Samar-samar dia membuka tirai kuning di kamarnya.

Pas dibuka! Apa yang terjadi??? Nampak sesosok perempuan berambut panjang terurai, memakai daster putih dan membawa ratusan kue pada nampan. Kichi kaget luar biasa! Lahhh orang tadi aja suara ketukan pintunya masih terdengar kok tiba-tiba wajahnya sudah di balik jendela kamarnya? Cantik sih, *plakk* Tapi Kichi tetep masih belum percaya. Dia ngucek-ngucek matanya ribuan juta kali, terus dia ngelirik ke arah bawah kaki sosok perempuan itu. Oh kakinya nampak! Tapi siapa dia? Kaya kuntilanak. Persis! Kichi sangat bingung itu makhluk apa.


Tangan lembut perempuan itu terus mengetok-ngetok jendela Kichi. Kichi diam. 

"Buka jendelanya dek" Kata Perempuan itu sambil ngetok-ngetok jendela.

Dan, bodohnya Kichi membukakan jendelanya. Seperti tidak sadar atau ngelindur. "Dek, tolong beli kue ibu ini ada 200 biji." Lanjut ibu itu, "Dek, tolong ya.. dibeli.. masih hangat dek"

DORRR!!! Pertanyaan macam apa itu. Pagi-pagi buta gini nawarin ratusan kue? Nada  pelan nan lembut itu bikin Kichida gerogi. Lidahnya kelu, kaku, sulit untuk bisa ngomong. Heran. Kichi masih bertatap muka dengannya. 

"Dek ayah kamu, pak Hiroto Yakamura, ada?"

Apa??? Ngapain sosok perempuan mirip kuntilanak ini nyari ayah Kichi. Ayah kichi, Pak Hiroto masih di Jepang, tidak ikut berlibur. Kichi masih belum bisa ngomong, dia hanya menggelengkan kepala.

"Kalau ibu kamu, ada kan ya?"

Eh ni orang atau setan malah nyari Ibu Yoshi, ibunya Kichi. Kichi bohong. Dia menggelengkan kepala. Perempuan itu pergi begitu saja. Kichi kembali tertidur tidak pulas, karena masih terbayang-bayang sosok perempuan itu.

Pagi hari, ibu Kichida menyuruhnya untuk membeli kue ditetangga barunya. Saat Kichi mengetuk pintu rumah penjual kue, sosok perempuan yang dilihatnya tadi malam itu nyata. Betulan ada. 

"Eh, ini nak Kichi ya? Maaf ya dek, semalam ibu membangunkan nak Kichi. Ibu bingung anak ibu pagi ini mau berangkat Study tour belum ada uang," Jelasnya.

Jleb. 


Cerpen Karya Almira Prima Rahma
SMP Negeri 1 Tempuran

P.S *aku tulis identitas SMP sebab itu cerpen saat aku duduk di bangku SMP beberapa tahun yang lalu*



UNSUR INTRINSIK

Tema : Salah paham

Alur : Progresif (maju)

Penokohan : Analitik (langsung)

Latar 

tempat : Bandung (rumah nenek Kichi)
waktu : Malam dan pagi hari
suasana : Tegang dan mengharukan

Sudut Pandang : Orang ketiga

--------------------


Terima kasih sudah membaca :)


Selasa, 26 Desember 2017

Aku Menghilang


Kenangan tidak boleh dilupakan sebab ada pembelajaran di dalamnya~

[CERPEN]

Senja kini menceritakan bahwa dirinya indah dan penuh kisah bungah. Gradasi semesta menambah eloknya kegiatan pramuka di sekolahku. Senyum dan semangat pagi tak pudar saat itu. Jiwa muda masih berkorbar di hati.

***

Btw, Aku Almira, anak kelas VII D di salah satu SMP Negeri sedekat 1 KM dari rumahku. Kala itu aku terlihat bahagia sebab kegiatan yang aku sukai, pramuka, mengadakan kemah.

Dalam kemah, nggak seru kalau nggak ada yang namanya jurit malam. Begitu juga di SMP ku. Di tengah kegelapan malam kita dibangunin dengan paksa. Sekitar pukul 02.00 WIB ada game menarik! Game—nya yaitu kita jalan dua-dua membawa satu lilin dari sekolah sampai kuburan cina. Lumayan menegangkan sebab cukup jauh melewati kampung-kampung, jalanan sepi, hutan-hutan, dan jalanan licin nan becek. Aku jalan berdua dengan Ocha. Sialnya, kami berangkat nomor satu.

Bismillaah.
Di tengah jalan kita bertemu dengan Kak Kevin. Kakak DP yang tetiba menghentikan jalan kita sembari bercerita. 

"Kalian berdua harus gandengan. Selalu. Jalan ke kuburan nanti sempit dan menanjak. Jangan sampai lepas gandengannya atau salah satu dari kalian akan hilang dibawa hantu,"

Demi apapun kata-kata itu bikin kita berdua merinding dan kami semakin berpegang erat satu sama lain. 

Jalan.. Jalan.. Jalan.. 

Tugas kami adalah mencari kertas segiempat dengan nomor yang sudah ditentukan. Kertas-kertas itu ditata di atas makam demi makam. Jadi aku dan Ocha enjoy aja kan jalan hingga sampai ke kuburan. Kami sama-sama cari kertas nomor 01, dan alhamdulillaah langsung ketemu!
Dengan bangganya kami menjadi pejalan nomor satu sekaligus pemenang dari game ini, huehehe. Aku langsung bertanya ke kakak DP,

“Kak, sudah ketemu nomornya. Terus selanjutnya kita ke mana?” Tanyaku.

“Oh sudah? Yaudah kalian jalan turun aja tuh lurus ke situ,” Jelasnya.

Sip. Aku dan Ocha—pun turun dari kuburan ke jalan raya.
Di jalan, nggak ada sebatang hidung kakak DP. Kami bingung harus ke mana? Sebab ini jalan pulang ke sekolah. Kami pun langsung balik sekolah dan istirahat.
Di sekolah tak kami temui kakak DP. Kami duduk dan minum soalnya capek qqqq~ Setelah itu kami bersihin sepatu dari lumpur, sebab malam ini gerimis lumayan deras. Semuanya udah bersih, kami berbagi makanan ringan.

“Cha, kok aku curiga ya, masak di belakang kita belum ada yang sampai ke sekolah?”

Ocha yang asik dengan makanannya tetap santai, “Ah, paling bentar lagi Mir,”

“Cha, kalau kita salah rute gimana? Dari awal aku udah curiga. Masak jurit malam gitu doang?”
“Cha, kok sepi sih!”
“Cha, kenapa mereka belum sampai, atau jangan-jangan, ada apel penutupan di kuburan?”
“Cha, kita nggak bisa diem gini”
“Cha, kita harus balik ke kuburan,”

Ocha menolak, “Halah tunggu aja deh, bentar lagi juga mereka dateng. Kita kan emang yang pertama jalan?”

Tetiba ada salah satu Pembina keluar dari kantor. Namanya bu Dian, beliau sembari teleponan gitu,
“Kalian,” Teriak bu Dian pada kami. 

“Kalian Almira dan Ocha?”

Kami ngangguk. “Kalian ngapain di sini?”

“Disuruh kakak DP kembali ke sekolah bu,”

Bu Dian udah berpaling, memunggungi kami. “Iya, iya, iyaa.. mereka ada di sini. Di sekolah. Dua orang. Almira dan Ocha. Iya, iya, iyaa..”

“Cha, kayaknya kita dicari deh.”

Aku dan Ocha masih menunggu. Untuk pertama kalinya aku rasa-rasa menunggu itu panik, deg-degan, dan takut lebih dari aku menunggu angkot yang nggak dateng-dateng.
Beberapa menit kemudian, ada dua cowok kakak DP. Yang satu, kakak yang menginstruksi kami buat turun tadi, ganteng banget ku masih ingat *abaikan* hitz lagi *abaikan* sayangnya aku lupa nama aslinya siapa *abaikan*
Yang satunya lagi, pendek, hitam, tapi manis sih. Namanya Kak Dodo.

“Dek, kalian ikut kakak balik ke kuburan sekarang, ayo!” Pinta kakak ganteng yang ku lupa namanya.
“Kalian kok bisa balik ke sekolah sih?” Tanya Kak Dodo.
“Padahal tadi aku suruh kalian turun, kan? Kok malah balik.” Tambah kakak ganteng yang ku lupa namanya.
Aku—pun menjelaskan ketidakjelasan instruksi dari kakak DP sehingga aku dan Ocha bingung.

Di pinggir jalan raya dengan background gerimis deres, Kak Dodo suruh kita lari.
“Ayo dek, cepet, lari lari lari, cepet cepet!”

YAKALI jalanan becek posisi capai suasana dingin, gelap, dan hujan. Hmm.
Lucunya, aku dirangkul sama Kak Dodo supaya aku bisa cepet larinya bareng sama Kak Dodo. But, Mr.Dodo’s body is very short more than me, u know? Jadi tangannya nggak sampai ke pundak aku, heuhehehe.

Sampai di sana, peserta kemah udah baris rapi. Kakak DP dan beberapa Pembina juga udah baris memimpin di depan. Anehnya, semua terlihat tegang. Aku lihat semua peserta tertunduk ketakutan.
Aku dan Ocha pisah dan masuk barisan kelas kami masing-masing. Aku tanya ke temanku, “ada apa sih?” Nggak ada yang jawab.
Tetiba aku dan Ocha disuruh maju ke depan. Seakan kami berdua jadi tontonan, perasaan mulai nggak enak nih!

“KALIAN KE MANA AJA?? DARI TADI DICARIIN NGGAK ADA. TEMEN-TEMEN KALIAN DI SINI UDAH PANIK CARIIN KALIAN. SEMUA NYEBAR CARI KALIAN. TAPI KALIAN BERDUA MALAH ENAK-ENAKAN DI SEKOLAH? IYA!! NGAPAIN AJA KALIAN DI SEKOLAH? MAKAN? ENAAK YAAA UDAH MAKAN. SEMENTARA KAMI DI SINI SIBUK CARI KALIAN. KALIAN GAK PUNYA HATI YA!! TEGA SAMA TEMEN SENDIRI!
WAH WAH WAH.. SEPATUNYA DAH KINCLONG GITU. KEREEN BANGET YAK. ENAAK BENER DAH BERSIH BERSIH DULUAN!”

Loh, kok, gitu? Ini aneh. Nggak fair. Aku dan Ocha sama sekali nggak tahu. Dan kita di suruh turun loh sama kakak DP.
Aku cuma diam, nunduk, dan sesegukan alias nangis! Ya, aku paling nggak bisa dimarahin gini. Apalagi dibentak-bentak di muka umum seperti ini.
Berulang kali, para kakak DP marah-marah. Dengan kalimat yang sama alias diulang-ulang. Mereka sama sekali tidak membiarkan kami bicara. Tiada celah untuk kami protes. Fine. Aku tambah nangis :v

Keesokan harinya aku cerita sama temen-temen. Merekapun juga cerita apa yang sebenernya terjadi.

“Iya mir, kamu tuh ilang. Kamu ke mana coba setelah game itu? Kami semua dikumpulin suruh apel di kuburan. Setelah pengecekan anggota, kamu dan Ocha nggak ada dibarisan. Kami semua panik. Kakak DP marah-marah ke kami. Dikira kami nggak bisa jaga anggota. Kami pikir omongan Kak Kevin bener. Kalian ilang ke alam ghaib, diculik hantu. Soalnya kami cari-cari kalian nggak ada.”

What? Aku ilang?

Bel pulang sekolah berbunyi. Aku pulang dari kelas ke pintu gerbang ngelewatin segerombolan kakak DP. Ada salah satu kakak DP liatin aku, aku sapa dengan senyum dan ngangguk.

“Siang kak Caca.”

“Hahahahahh kamu kan yang tadi malam kena marah ya? Kasian banget Yahahahaha.” Lanjutnya, “Maafin kami ya dek, ini semua demi solidaritas kalian. Supaya kalian belajar saling menjaga satu sama lain.”

So what, yang tadi malem itu, rekayasa belaka?

Okay fine. Kisah ini unforgettable buat aku. Sebab arrrggghhh banget🙄🙄


NB : KISAH INI NYATA. NAMA AJA YANG DISAMARKAN, HEHE😊


Selasa, 19 Desember 2017

Bedah Isi Novel Negeri 5 Menara




Man Jadda Wajada. Syair Arab ini mampu menyihir para santri di Pondok Madani, pesantren tempat Alif menimba ilmu. 

Siapakah Alif?

Alif ialah tokoh utama dalam novel Negeri 5 Menara yang ditulis oleh Ahmad Fuadi. Seorang anak dari bukit maninjau yang memiliki mimpi besar seperti idolanya, B.J. Habibie. Ia ingin melanjutkan sekolah ke SMA Negeri dan kuliah di ITB. Namun amak menyuruhnya untuk menjadi seorang Buya Hamka. Amak berpikir bahwa jikalau yang masuk ke pesantren adalah anak-anak nakal, bagaimana generasi muslim jebolan pesantren ke depan? Amak ingin agar Alif menjadi santri yang berkualitas.

Bagaimana jika teman-teman ada di posisi Alif?
Sangat ingin ke sekolah negeri dan kuliah di ITB namun dipaksa sekolah di pondok pesantren. Mana yang akan dipilih?

Saat saya berkali-kali ke perpustakaan sekolah dan melihat novel ini, saya sama sekali tidak tertarik. Bahkan salah seorang teman saya sudah merekomendasikan hingga ia bercerita kisah di dalamnya. Namun saya abaikan. Suatu hari saya iseng membaca bagian depan.
Hmm? Bagus banget! Masyaallaah saya harus menyelesaikan novel ini. Akhirnya saya bawa pulang dan novel ini habis dalam waktu 2 hari.
Kisah Alif dan teman-temannya selama di pondok pesantren sangat mengagumkan. Sebab daridulu saya ingin sekali melanjutkan ke pondok pesantren. Dengan membaca novel ini, saya tahu seluk beluk, suka duka, dan manfaat jadi santri di pesantren.

Apalagi kalau di pondok madani, tempat Alif belajar, di sana wajib memakai bahasa Arab dan bahasa Inggris. Tidak boleh memakai bahasa Indonesia, jika ketahuan pasti diberi sanksi.
Saat membaca novel ini, saya banyak mencatat kosa kata baru, berbahasa Arab, seperti ini:

ü  Uthlubul ‘ilma walau bisshin
Tuntutlah ilmu bahkan sampai negeri Cina.
ü  Qulil haqqa walau kaana murran
Katakanlah kebenaran meski itu pahit.
ü  Ana masduk!
Aku pusing.
ü  Ma’an najah!
Semoga sukses.
ü  Muflis
Bokek.
ü  Tajammu’
Ngumpul bareng.
ü  La tan’as daiman
Jangan ngantuk terus.
ü  I’malu fauqa ma’amilu
Berbuat lebih dari apa yang diperbuat orang lain.
ü  Man sara ala darbi washala
Siapa yang berjalan dijalannya akan sampai tujuan.

Banyak pula quotes dan tokoh-tokoh yang inspiratif dalam novel tersebut. Seperti Said, meski ia dihukum karena kesalahannya, dia malah senang sekali menerimanya. Dia kena hukuman suruh jadi jasus. Jasus adalah mata-mata yang mencatat nama dan melaporkan jika ada santri yang melanggar aturan. Namun hukuman tersebut memiliki target waktu dan jumlah pelanggar. Hmm. Said tetap senang sebab dengan begitu dia bak intel yang mengetahui rahasia negara.
Ia selalu melihat segala sesuatu dari sisi putihnya, sisi positifnya, dan selalu melupakan sisi buruknya.

Tokoh inspiratif lainnya yaitu Baso. Ia tak pernah mau melihat perempuan. Katanya, “Melihat yang bukan muhrim bisa menghilangkan hapalan Quran!”

Selain tokoh inspiratif, ada juga adegan yang memotivasi loh!

Adegan saat Alif berantem dengan temannya.
Amak : “Apa kawan kau yang berkelahi tu orang Islam?”
Alif      : “Iya, mak”
Amak : “Apa perintah Nabi kita kepada sesame muslim?”
Alif      : “Memberi salam”
Amak : “Apa lagi?”
Alif      : “Tersenyum”
Amak : “Apa lagi?”
Alif      : “Bersaudara”
Amak : “Nah, bersaudara, ya! Bukan berkelahi. Itu—lah perintah Nabi. Mau ikut Nabi?
Alif      : “Mau!”
Amak : “Jadi harus bagaimana ke kawan-kawan?”
Alif      : “Bersaudara!”
Amak : “Nah itu baru anak amak dan umat Nabi Muhammad saw!”


Masih banyak sekali adegan yang memotivasi. Namun bagian yang paling memotivasi dalam hidup saya di novel ini adalah adegan menjelang ujian. Masyaallaah semangat para siswa untuk sukses dalam ujian sangatlah membara. Lebih dari berkorbarnya bara api saat kemah pramuka di sekolah, xixi.

Man Jadda Wajada! Siapa yang bersungguh-sungguh dia akan dapat. Ditambah doa dan prasangka baik pada Allah, apapun bisa terjadi.
Maka belajar dengan tekunlah. Sebab ilmu bagai cahaya, nur, atau sinar. Dan cahaya tidak datang pada tempat yang gelap. Karena itu, bersihkan hati dan kepalamu, supaya sinar itu datang menyentuh dan menerangi hati.

Kerahkan semua kemampuan kita dalam belajar. Berikan yang terbaik. Setelah usaha disempurnakan maka berdoa dan tawakal—lah. Tugas kita hanya berusaha, berdoa, dan tawakal. Selebihnya serahkan pada Allah, ikhlaskan keputusan kepada-Nya. Sehingga kita tidak akan stress dalam hidup ini.
And, do you know why you’re stupid? Do you know? Because you forget the alhadist and Al quran. Because you forget what Allah and his prophets taught us! Pasang niat yang kuat, berusaha keras dan berdoa. Lambat laun apa yang kita perjuangkan akan berhasil. Ini sunnatullah. Bukankah Allah telah berjanji, kalau kita meminta kepada-Nya, maka akan dikabulkan?

Itu baru tulisan di adegan ujian sekolah. Belum yang lain yang lebih menakjubkan. Maka beli dan bacalah novel Negeri 5 Menara. Saya tidak promosi ya, qqqq~ Tapi ketika kalian membacanya, kalian akan menyesal sebab kenapa tidak dari dulu membaca novel seapik ini! 

Jumat, 15 Desember 2017

Jangan Anggap Ilmu Hanya Sekadar Ilmu


~sami'na waatho'na~

Waktu ibarat sebuah pedang. Apabila tidak digunakan untuk memotong, maka ia akan terpotong. Menggunakan waktu di kala remaja haruslah pandai memilah kegiatan. Mana kegiatan yang bermanfaat, berkah, dan benar? Mana kegiatan yang sia-sia?
Masa remaja ini adalah masa emas, masa cemerlang, dan gemilang seperti magelang. Masa-masa kita menuntut ilmu alias tholabul ‘ilmi.

Kadang, kita merasa belajar di sekolah itu sulit. Namun itulah yang dinamakan berakit-rakit ke hulu. Sebab saya pernah baca tulisan apik, “Janganlah mengharap ilmu, kalau kalian meninggalkan susah payahnya.” hmm that's right, isn't?

Bagaimana cara menghadapi susah payah tersebut?
Mengapa ketika belajar masih merasa sulit?

Ingat niat kita belajar, untuk apa? Apakah untuk mendapat ridho Allah? Apakah hanya ingin pintar? Apakah ingin punya pangkat? Jabatan? Kekayaan? Ataukah ingin dipuji-puji karena kepintarannya?
Sesungguhnya segala perbuatan itu kan tergantung niatnya.
Belajar, oke, baik. Niatnya?
Nah, mencari ilmu itu diniatkan untuk mencari ridho Allah, untuk akhirat kita. Nanti bakalan diuntungkan oleh Allah dan akan dimudahkan segala sesuatunya.

Boleh jadi juga, sebab-sebab kita susah paham dengan ilmu adalah hubungannya dengan guru. Bagaimana sikap kita terhadap guru kita? Apakah sudah menghormati dan memuliakan?
Karena berdasarkan pengamatan saya selama ini, kita suka seenaknya sama guru. Masyaallaah belum sopan dan meremehkan.
Sebagai murid dan orang yang sedang tholabul ‘ilmi, kita harus takzim pada guru. Peraturan antara murid dan guru pun sebenarnya banyak sekali yang dijelaskan dalam kitab ta’limul muta’alim. Namun saya mau nulis sedikit saja :’)

Coba renungkan,
Pernahkah kita bicara dengan teman saat guru sedang menjelaskan materi?
Pernahkah kita duduk di tempat guru biasa duduk?
Pernahkah kita berjalan di depan guru?
Pernahkah kita mendoakan guru?
Pernahkah kita bicara yang tidak penting terhadap guru?
Pernahkah kita bicara tidak menggunakan bahasa yang sopan?

Saya lihat kalau di lingkungan pondok pesantren, kyai lewat saja santrinya langsung ngumpet atau diam lalu menunduk. Begitu takzimnya pada guru mereka. Bahkan ada santri yang jika bertamu atau masuk ke rumahnya guru, wudhu dulu. Ada juga yang mau bertemu/ bertamu ke rumah guru, tidak mau mengetuk pintunya. Jadi dia hanya menunggu di luar sampai gurunya keluar :’)
Kata guru saya, memang betul cerita tersebut. Kita jangan bertamu ke rumah guru kalau pintunya tertutup. Sebab guru pasti sedang istirahat.
Itu baru tentang takzim kita pada guru.

Bagaimana takzim dengan buku?
Nah, dalam tholabul ‘ilmi kita wajib membawa buku dan pulpen. Walaupun kita sudah paham tentang apa yang disampaikan, kita tidak boleh tidak menulis. Yaaaaa mungkin ada ilmu yang berulang kali kita pernah dengar. Kadang sampai bosan dan bilang ke teman “Bukannya sudah pernah, ya?” Namun biar begitu anggaplah ilmu itu adalah ilmu yang pertama kali kita dengar.
Karena ilmu jika tidak ditulis, pasti akan lupa. Dan kegiatan menulis dan mengabadikan ilmu tersebut nanti akan menjadi bukti di akhirat.
Setiap mata pelajaran pun bukunya harus tertata rapi. Tulisannya rapi agar mudah belajarnya. Jangan digambar-gambarin yaa :v
Memegangnya pun dengan tangan kanan dan didekap pada dada. Itu namanya takzim pada buku.

Beberapa hal di atas sangat perlu untuk diperhatikan. Supaya kita mendapat berkahnya ilmu.
Sebab jika kita meremehkan ilmu, iku namung tangeh nganggo lamun. Artinya tidak bakal bisa. Yang ada kita hanya mendapat susah.

Maka dekatkan diri pada Allah. Karena ilmu itu tidak bisa diandalkan, yang bisa diandalkan hanyalah ridho AllahIlmu adalah seperti air yang mengalir. Bermanfaat untuk yang lain jika dialirkan. Namun jika ilmu itu hanya diam, ia akan rusak.
Artinya ilmu itu harus dibagi-bagi. Punya ilmu tapi disembunyikan, ibarat punya pohon tak berbuah.
Membagikan ilmupun pahalanya masyaallaah tabarakallah sangat besar. Jangan dikira, ilmu matematika Allah itu tidak terhitung. 

Mulai sekarang, tata niat untuk belajar yaa! Semangat dalam tholabul 'ilmi. Jangan menjadi orang yang pasrah. Mangkat teka mangkat, tekane mung ngarep mulih. Jangan. Orang semacam itu disebut orang cilaka. Orang yang fine fine saja kalau dirinya bodoh alias pasrah. Orang seperti itu diibaratkan mayat yang hidup di atas bumi. Naudzubillaahi mindzalik


Senin, 04 Desember 2017

Ad Dhuhaa (4)

((And the Hereafter is better for you than the first life))

DUNIA ITU IBARAT MIE INSTAN
AKHIRAT ITU IBARAT SAYURAN

Makan mie instan itu enaak bangeet, bangeeet, bangeeet kan ya. Bahkan ia pernah menjadi makanan favorit saya nomor satu sedunia.
Waktu kecil, kemanapun dan dengan siapapun saya pergi, pasti makannya mie instan. Pernah tante saya malu mau pesenin makanan buat saya, karena dalam daftar menu tidak ada mie instan. ((yaiyalah orang itu resto ikan laut)), sampai saya dipaksa-paksa supaya pesan makanan yang ada di menu. Saya tetap tidak mau. Finally, tante saya ikutan pesen mie instan sebab bingung mau pesen apa :v

Bagi saya mie instan adalah segalanya. Saya nyaris setiap hari makan mie instan. Padahal ibu saya sangat sangat melarang. Saya makan mie instan ketika ibu saya kerja, jadi tidak ketahuan. Namun apa? Tetap ketahuan! Usut punya usut, ternyata selama ini yang ngasih tahu ibu adalah yang punya warung mie instan di mana saya belinya di situ. Juga bude saya yang rumahnya bersebelahan dengan rumah saya. 
Ketika ibu pulang kerja, bude ngadu, "Kok tadi saya nyium aroma mie instan ya?" 
Dan ibu otomatis tahu bahwa itu ulah saya -_-

Pun setiap saya ulang tahun, saya gak pernah minta yang aneh-aneh. Sekadar makan mie instan bahagia sudah!
Jadi hari itu saya lagi ulang tahun, karena saya sedang sakit, saya gak sekolah dan ikut ibu ke kantor. Jam makan siang, saya mohon-mohon ke ibu saya supaya dibolehin makan mie instan. Finally ibu saya luluh, malah bilang ke ibu kantinnya, “pesan mie goreng pakai telur satu bu, anak saya lagi ulang tahun minta kado mie instan”

Hmm.. Dan hari itu menjadi hari paling bahagia ketika saya bisa terang-terangan makan mie instan di depan ibu :’)

Lama kelamaan, disebabkan seringnya saya mengonsumsi mie instan, saya jadi sakit dan alergi parah. Sakitnya pun macem-macem. Sampai sekarang ketika saya makan mie instan, alergi itu langsung menyerang. *sad*
Karena itu, sekarang saya dipaksa untuk bisa makan sayuran. Saya anti sayuran, btw. Gak suka. Saat ini setiap kali makan pasti ada hijau-hijaunya, hmm.
Tetapi saya sudah sadar bahwa sayuran itu memang sangat penting untuk tubuh kita.
Lain dengan mie instan, dia enaak bangeet. Tapi ternyata enaknya cuma di mulut doang! Setelah itu perutlah yang menanggung luka.  

Ibarat dunia dan akhirat,
Dunia itu enaknya hanya sementara. Kalau kita mikirin dunia terus, ngasih asupan ke dunia terus, menuruti keinginan dunia melulu, bagaimana?
Akhirat terlupakan?
Lihat sayuran. Menurut saya dia tidak enak sama sekali. Namun apa manfaat yang kita dapat? Banyak dan kekal. Seperti akhirat.

MIE INSTAN IBARAT DUNIA
Dunia itu mahal harganya, kalau apa-apa pakai uang. Lihat realita remaja jaman sekarang. Orang-orang berbondong-bondong nonton konser. Beli ini beli itu. Makan makanan yang lagi hits, padahal orang tua masak di rumah.
Dan demi semua itu, urusan duniawi, kita rela ngeluarin uang berapapun. Untuk beli mie juga ngeluarin uang, btw.

AKHIRAT IBARAT SAYURAN
Sementara akhirat? Nggak bayar. GRATISSS. Pernahkah kita datang ke pengajian disuruh bayar berjuta-juta? Pernahkah kita masuk masjid ditarif per orang?
Jika kita bawa uang 50K ke Mall itu kita gak mau berangkat karena buat apaaa ya kan? Namun jika kita bawa uang 50K ke masjid itu akan terasa sangatlah besar. Kadang malah kalau mau infaq, buat jajan dulu supaya uangnya pecah. 
Lebih lebih ketika ditarikin infaq atau shodaqoh, jawabannya, "aduuhh nggak ada uang kecil nih," 

Lah, yaudalah, seterah XD

Sayuran tersebutpun, kita bisa tanam sendiri, petik sendiri. Ga perlu pake uang terus-menerus :)

Cara supaya seimbang, kita satukan dunia dan akhirat kita. Saat kita mau makan, baca basmallah. Mau ngerjain PR, baca basmallah. Mau benerin genteng, baca basmallah. Apapun yang kita lakukan, bacalah basmallah pakai niat lillahi ta'ala. Semua urusan duniapun menjadi urusan akhirat.  


Last, mengapa judul tulisan ini saya kasih nama ad dhuhaa ayat 4? Sebab saya terinspirasi oleh terjemahannya. Silahkan read Al-Qur’an. Jangan hanya watsapp temen yang di Read. Surat Ad dhuhaa pun berhak. Khususon ayat 4 :)