Sabtu, 22 Oktober 2016

Menjemput Hidayah

Taman Pendidikan Alquran, Masjid At-Taufiq

Beberapa teman inginkan dirinya soleh. Banyak yang ingin segera menjadi alim. Menjadi apa yang dikagumi orang-orang. Tetapi, Mengapa hanya kata "ingin" yang terucap? Mengapa hanya kata "mau" yang menjadi angan-angan? Predikat soleh soleha didapat karena usaha. Usaha dan berjuang di agama Allah. Sami'na wa atho'na (dengar lalu taati). Sebenarnya sudah jelas syariat dan hukum islam yang berlaku. Mana yang termasuk perintah dan larangannya. Mengapakah kalian masih diam? Masih menganggap perbuatan dosa adalah hal yang wajar? 
Contoh peristiwa kecil saat ini yang sering terjadi ialah Ketika fulan bertemu fulanah, Fulan memberi tahu informasi pengajian muslimah agar fulanah pergi ke pengajian. Dan apa yang fulanah jawab?
"Hehehe.. belum dapet hidayah nih.. aku ngga pantes. Ntar aja yaa kalau aku udah kayak kamu gitu"

Contoh kedua, Fulanah melihat seorang teman sedang mengaji di mushola sekolahnya. Sebenarnya ia kagum dan ingin sekali sepertinya. Dalam hati ia berkata "Ya Allah, kapan ya aku dapet hidayah. Dari dulu pengen banget. Tapi kenapa tak kunjung datang hidayah itu?"

Assalamu'alaikum hatinya fulanah?
Hidayah itu tidak ditunggu, melainkan dijemput. Bagaimana cara menjemput hidayah? Iaitu dengan mendekatkan diri pada Yang Maha Pemberi Taubat. 
Karena Allah itu tidak memanggil orang-orang yang mampu, tetapi Allah akan memampukan orang-orang yang terpanggil. 
Lantas, apa yang kita tunggu saat ini? Let's hijrah! Bangun, bangkit, dan berubah. Istiqomah :)

Sepenggal puisi berkaitan dengan pengalaman menjemput hidayah saya..

Di balik kesuksesan dunia ini,
Ada jalan yang terbelokkan
Ada ibadah yang ditinggalkan
Ada langkah yang disesatkan
Senja di tanah sempit ini berkata :
Ia rindu lantunan Alquranku
Lantunan yang aku nafaskan lima tahun yang lalu
Kini..
Aku kembali
Di langgar yang hampir roboh ini..
Kini..
Aku kembali
Tempat di mana ku habiskan masa kecilku untuk mengaji
Mataku menyapu  sudut ruang
Ku lihat pada satu titik diantara tumpukan kitab
Satu kitab Alquran yang paling lusuh tanpa sampul
Ujungnya tergores pena yang tulisannya samar-samar
Dengan jeli aku menatap tulisan itu,
Dan ternyata, 
Ia bertuliskan namaku
Alquran ku..
Alquran ku lima tahun yang lalu
Semenjak aku telah mengkhatamkannya,
Aku meninggalkannya, di sini
Tak sendiri..
Tangis batinku pecah seketika
Hati terpotong-potong seperti daging yang sedang dicincang
Ingin ku memeluk erat Alquran lusuh itu..
Namun,
Kini ia dimiliki santri lain yang membutuhkan
Syukurku pada Sang Maha Pemberi
Meski aku tak bisa membacanya,
Insyaalllah, pahala tetap mengalir berkat,
Bacaan santri itu setiap hurufnya
Insyaallah Alquran lusuh itu menjadi amal jariyahku kelak
Ku renungkan kembali langgar ini,
Langgar tua yang masih kuat menampung puluhan santri kampung
Aku teringat,
Dengan puluhan teman semasa kecilku
Kini mereka ada di sampingku
Tetap tersenyum dan menjadi sahabat yang solih
Persahabat yang bermula dari iqra,
Semoga sampai tahfidz Quran,
Semoga pula sampai jannah Nya
Janji terucap dalam hati,
Bahwa aku akan mengaji kembali
Menjadi pejuang subuh..
Menjadi pemakmur masjid..
Menjadi marbot masjid..
Menjadi remaja, yang hatinya digantungkan pada masjid
Aku rindu,
Pada ketaataanku lima tahun lalu


22 Oktober 2016



Almira Prima Rahma

16 komentar:

Sila tinggalkan komentar untuk hal yang perlu disampaikan :)